Tafsir Bi Al-Ma'tsur



TAFSIR AL-QURAN AL-‘AZHIM LIL IBN KATSIR
Sebagai
TAFIR BI AL-MA’TSUR



Oleh:
FEBRI RAHMADHANI
11432101341

JURUSAN ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM
RIAU
2016


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Salah satu bentuk tafsir dari sumber pengambilannya adalah tafsir bi al-Ma’tsur. Tafsir yang sangat penting untuk kita pahami, kalaupun tidak semua tafsir yang berbentuk ma’tsur paling tidak salah satunya. Diantara tafsir bi al-ma’tsur adalah tafsir al-Quran Al-Azhim karya ibn katsir. Tafsir yang sangat fameliar di telinga kita ini adalah tafsir yang memiliki metode tahlili dan sangat masyhur di tengah-tengah masyarakat kita.
Dewasa ini pun banyak, munculnya kajian-kajian tentang tafsir ibn katsir bahkan banyak juga masjid-masjid dan majlis ilmu yang membahas secara rutin tafsir ibn katsir ini.
Untuk itu penulis akan mencoba memperkenalkan lebih detail tafsir ibn katsir dari sisi pengambilannya.
B.     Rumusan Masalah
Dalam makalah ini akan penulis jelaskan beberapa hal seputar tafsir ibn katsir yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      Penegrtian Tafsir Bi Al-Ma’tsur
2.      Sekilas Tentang Ibn Katsir Dan Tafsirnya
3.      Metode Dan Corak Tafsir Ibn Katsir
4.      Contoh Tafsir Ibn Katsir






BAB II
TAFSIR AL-QURAN AL-‘AZHIM LIL IBN KATSIR
sebagai
TAFIR BI AL-MA’TSUR
A.    Pengertian Tafsir Bi al-Ma’tsur
Tafsir bi al-Ma’tsur adalah nama lain dari tafsir bi an-naqli. Tafsir bi al-ma’tsur secara umum berarti menafsirka al-Quran dengan riwayat-riwayat yang shahih. Atau pengertian yang sering di dengar bahwa tafsir  bi al-Ma’tsur adalah menafsirkan ayat al-quran dengan ayat yang lain karena memiliki munasabah atau kaitan berdasarkan riwayat yang ada; menafsirkan al-Quran dengan hadits Nabi SAW yang shahih; menafsirkan al-Quran dengan pemahaman shahabat yang shahih; serta menafsirkan al-quran dengan pendapat tabi’in yang tidak bertentangan dengan Nash-nash al-quran.[1] Untuk statemen menafsirkan al-quran dengan pendapat tabi’in ada yang mengatakan tidak bagian dari tafsir bi al-ma’tsur melainkan tafsir bi al-ra’yi.[2]
Disamping itu ada juga yang berpendapat dengan menafsirkan al-quran berdasarkan qira’at syadzah dan tafsiriyah, juga termasuk dalam bentuk tafsir bi al-ma’tsur. Dafenisi tafsir bi al-ma’tsur secara istilah adalah seperti pendapat adz-dzahabi yang dikutip oleh Afrizal Nur adalah:
“Penjelasan yang datang dari al-Quran itu sendiri untuk menerangkan dan merinci bagian ayat-ayat lainnya, kemudian sesuatu yang dinukil dari rasulullah, dari sahabat ridwanallah alaihim, sesuatu yang dinukil dari tabi’in.”[3]
Terdapat dua sikap dalam mengambil tafsir bi al-ma’tsur sebagai pedoman, seperti yang dikutip juga oleh Afrizal Nur dari az-zarqani, yaitu:
1.      Tafsir bi al-ma’tsur yang didukung oleh dalil-dalil yang banyak jumlah keshahihannya y6ang dapat di terima maka harus diterima.
2.      Penafsiran bi al-ma’tsur yang tidak shahih disebabkan beberapa faktor, penafsiran ini harus ditolak dan tidak boleh mengamalkannya.[4]
B.     Ibn Katsir dan Tafsir al-Quran AL-‘Azhim
Nama Ibn Katsir adalah Al-Imam Al-Hafidz ‘Imaduddin Ismail Bin Amar Bin Katsir Bin Daw’ Bin Zara’ Al-Bashrawiy Al-Dimisyiqiy Al-Quraisy As-Syafi’i. Beliau dilahirkan di salah satu perkampungan manthiqah (busra) di Syam. Terdapat perbedaan ulama dalam mengabarkan tahun lahirnya, diantara perbedaan pendapat itu yang paling rajih adalah tahun 700 H dan wafat di Damaskus pada bulan Sya’ban tahun 774 H. Ayahnya adalah seorang ulama yang ‘alim dan tersohor di Bashrah dan juga seorang imam, yang wafat ketika ibn katsir masih kecil. Setelah itu Ibn Katsir kecil diasuh oleh abangnya yanng bernama abdul wahhab dan mereka pendah ke bashrah kemudian pidah ke damaskus dan menuntuk ilmu kepada para pembsar ulama di damaskus. Ibn katsir sangat bersungguh-sungguh menuntut ilmu sehingga beliau telah hafal al-quran disaat belaiu masih kecil dan beliau juga menguasai kitab fiqh dan hadits, tafsir dan kitab sejarah serta bahasa, sehingga beliau menguasai banyak disiplin ilmu. Muhammad az-zuhaili menjelaskan terdapat lebih kurang du puluhb rang guru dari kalangan pembesar ulama syam berkontribusi terhadap keuksesan ibnu katsir, diantaranya adalah:
1.      Al-Hafidz abu hajjaj al-mizzi yusuf bin abdurrahman bin yusuf bin abdul malik, wafat tahun 742 H, Beliau pakar sejarah dan hadits, beliau mengarang kitab, “tahzibul kamal fi asma’i ar-rijal”, al-Mizzi mereka bangga dengan muridnya ibn katsir dan menikahkan anaknya zainab pada ibn katsir.
2.      Al-Imam Ibnu Taimiyyah wafat di damaskus syiria tahun 728 H, beliau adalah guru yang paling dicintai ibn katsir. [5]
Ibn Taimiyyah adalah orang yang paling banyak memiliki pengaruh terhadap pemikiran ibn katsir baik keilmuan maupun kepribadian, sehingga tak ayal bahwa kecintaan ibn katsir terhadap ibn taimiyyah melebihi pada gurunya yang lain.
Ibn katsir memiliki banyak karya dalam berbagai disiplin ilmu, diantaranya adalah:
1.      Al-bidayah wal-Nahiyah
2.      Al-fusul fi ikhtishar sirah ar-rasul
3.      Ikhtisar fi ulumil hadits
4.      Jami’ al masanid wa al sunan
5.      Risalah fi jihad
6.      Dll
Dan karyanya yang paling menumental dibidang tafsir adalah Tafsir al-Quran Al-Azhim lil ibn katsir atau yang lebih kita kenal dengan tafsir ibn katsir.
C.    Metode penafsiran ibn katsir dan corak tafsirnya
Ibn katsir pernah menyatakan, seperti yang dikutip oleh afrizal nur, bahwa: “ jika ada yang bertanya tentang metode manakah yang terbaik untuk menafsirkan al-Quran? Maka jawabannya adalah penafsiran al-Quran dengan al-Quran, sesuatu yang ijmal di satu ayant kemudian di rincikan oleh ayat yang lainnya. Jika anda tidak mengetahui tafsir dari satu ayat dengan ayat lain maka hendaklah merujuk pada sunnah nabi, karana dia mrupakan pensyarah al-Quran.” Bahkan imam Asy-Syafi’i juga pernah berkata bahwa apa yang di sampaikan oleh rasulullah adalah pemahamannya dari al-Quran (Qs. An-nisa’: 105; an-nahl: 64 dan 44).
Ibn katsir menggunakan sistematika tersendiri dalam penafsirannya. Secara umum beliau memulai penafsiran dengan menyebutkan sisi kelebihan ayat atau surat al-quran. Kemudian menjelaskan asbab an-nuzul kemudian beliau menjelaskan jumlah ayat dan kadang beliau menyebutkan jumlah huruf, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan ayat yang ditafsirkan.
Ibnu katsir membagi ayat-ayat yang ditafsirkan dalam  beberapa kelompok berdasarkan cerita yang ditampilkan oleh ayat tersebut, oleh karena itu ayat yang ditafsirkan dalam satu kelompok berbeda-beda. Secara umum beliau akan menafsirkan al-Quran dengan ayat lainnya baik dalam satu ayat, satu surat maupun dalam surah lainnya. Kemudian beliau mengutip dari hadits-hadits rasululah dan atsar sahabat, lalu mengutip pendapat mufassir lainnya,  jika dipandang perlu beliau akan menambahkan pendapat mufassir lain atau mengkritiknya.
Rujukan utama dari tafsir ibn katsir adalah tafsir ath-thabary, karena tafsir ini yang dirasanya cukup dalam menjelaskan suatu riwayat lengkap dengan sanad-sanadnya. Ibn katsir tidak terllu suka pada pembahasan al-quran dari sisi i’jaznya seperti keindahan uslub-uslubnya seperti tafsir al-Kasyaf karya az-zamaksyari.
Ibn katsir dalam menjelaskan suatu riwayat dalam kitabnya akan menyebutkan apakah suatu riwayat itu shahih, hasan atau dha’if. Ini merupakan salah satu kelebihan tafsir ibn katsir dan menandakan kepakaran beliau. Contohnya ketika menjelaskan tentang ayat isra’ dan mi’raj, dari tafsirnya kita ketahui bahwa bayank riwayat yang dha’if dalam menjelaskan tentang peristiwa isra’ dan mi’raj itu.
Ini membuktikan bahwa metode beliau dalam menafsirkan al-Quran menurut penulis adalah Tahlili atau analisis. Dan corak tafsri nya adalah tahlili bi al-ma’tsur.
D.    Contoh penafsiran ibn katsir dalam Tafsir al-Quran AL-‘Azhim
Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 54-55
1.      Lafadz Al-Baqarah 54-55

وإذ قال موسى لقومه يقوم إنكم ظلمتم أنفسكم باتخاذكم العجل فتوبوا الى بارءكم
فاقتلوا انفسكم ذلكم خيرلكم عندبارءكم فتاب عليكم انه هو التواب الرحيم () وإذ
قلتم يموسى لن نؤمن لك حتى نرى الله جهرة فأخذ تكم الصعقة وانتم تنظرون ()

2.      Tafsir Ayat
Mengenai firman-Nya وإذ قال موسى لقومه يقوم إنكم ظلمتم أنفسكم باتخاذكم العجل “dan ingatlah ketika musa berkata kepada kaumnya: ‘wahai kaumku, sesungguhnya kamu telah menganiaya dirimu sendiri karena kamu telah menjadikan anak lembu (sebagai sembahanmu),’”

Hasan al-Bashri mengatakan, musa berkata demikian ketika hati mereka tersesat dengan menyembah anak lembu, hingga Allah berfirman dalam surah al-A’raf ayat 149:

ولما سقط في ايديهم وراوا انهم قد ضلوا قالوا لءن لم يرحمنا ربنا ويغفرلنا

Hasan al-Bashri berkata: bahwa hal itu terjadi ketika musa berkata:

وإذ قال موسى لقومه يقوم إنكم ظلمتم أنفسكم باتخاذكم العجل

Mengenai  firman-Nya: فتوبوا الى بارءكم “maka bertaubatlah kepada Rabb yang menjadikanmu”.
Abul ‘Aliyah, Said Bin Jubair Dan Rabi’ Bin Anas Mengatakan: “Yaitu Kepada Penciptamu.”
Firman-Nya: الى بارءكم menurut Ibn Katsir mengandung peringatan akan besarnya kejahatan yang mereka lakukan. Artinya, bertaubatlah kalian kepada Rabb yang telah menciptakan kalian, setelah kalian menyembah selain-Nya.
‘Abdurrahman bin zaid bin aslam menceritakan, ketika musa kembali kepada kaumnya, diantara mereka ada 70 orang laki-laki yang ber-Uzlah bersama Harun dan tidak menyembah anak lembu, maka musa berkata kepada mereka (kaumnya): “berangkatlah menuju janji rabb kalian.” Lalu mereka pun berkata: “hai musa apakah kami masih bisa bertaubat?” musa menjawab: “masih.” فاقتلوا انفسكم ذلكم خيرلكم عندبارءكم فتاب عليكم. Maka mereka pun melepaskan pedang dari sarungnya, dan mengeluarkan alat-alat potong juga pisau-pisau. Lalu allah pun mengirim kabut kepada mereka, lalu mereka saling mencari untuk saling membunuh. Ada diantara mereka yang berhadapan dengan bapaknya atau saudaranya lalu membunuhnya, sedang mereka tidak mengetahuinya. Pada saat itu mereka saling berseru: “semuga allah memberikan rahmat kepada hamba-Nya yangbbersabar atas dirinya sampai ia mendapatkan Ridha-Nya.’ Akhirnya taubat mereka diterima dan yang terbunuh, gugur sebagai Syuhada’.
Kemudain ia menbaca firman-Nya: انه هو التواب الرحيم

Berkenaan dengan firman-Nya: واذ قلتم يموسى لن نؤمن لك هتى نرى الله جهرة
Ibnu juraij meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa kalimat نرى الله جهرة itu berarti Melihat -Nya dengan jelas (kasat mata). Hal ini didukung oleh pendapat Qatadah dan Rabi’ bin Anas, yang mengatakan : “yaitu dengan kasat mata.”
Abu ja’far meriwayatkan dari rabi’ bin anas: bahwa mereka itulah tujuh puluh orang yang dipilih musa. Mereka berjalan bersama musa hingg akhirnya mereka mendengar sebuah firman, maka mereka pun berkata: لن نؤمن لك هتى نرى الله جهرة, kemudian menurut Rabi’ bin Anas mereka mendengar suara yang menyambar den merekapun mati.
Marwan bin hakam mengatakan dalam yang disampaikannya di atas mimbar di Makkah: “petir berrti suara keras dari langit.”
Mengenai firman-Nya:  تكم الصعقة فأخذ
As-Suddi mengatakan bahwa makna dari الصعقة adalah Api.
Dan mengenai firman Allah: وانتم تنظرون
‘Urwah bin Ruwaim mengatakan: “sebagian dari mereka ada yang disambar petir, sebagian lainnya menyaksikan peristiwa tersebut. Kemudian sebagian mereka dibangkitkan dan sebagian lainnya di sambar petir.
Mengenai firman-Nya:  تكم الصعقة فأخذ  As-Suddi mengatakan ; “ maka mereka pun mati, lalu musa bangkit dan menangis seraya berkata: ‘ yaa Rabb ku apa yang harus aku katakan kepada bani israil jika aku kembali kepada mereka sedang orang-orang terbaik diantra mereka telah engkau binasakan.’” Dan musa mengatakan: لو شءت اهلكتهم من قبل وايى اتهلكنا بما فعل السفهاء منا (al-A’raf: 155).
Kemudian Allah mewahyukan kepada musa bahwa 70 orang yang bersamanya itu telah menyembah anak lembu. Lalu Allah menhidupkan mereka sehingga mereka bangun dan hidup satu-semmi satu dan saling menyaksikan.
3.      Sumber-sumber penafsiran
Dari contoh tafsir ini dapat dilihat sumber penafsiran ibn katsir lebih banyak dari pendapat sahabat dan thabi’in seperti dari Ibnu Abbas dan Al-Harits bin Rabi’ atau abu Qatadah (shahabat) dan Hasan al-Bashri (Abu Said Al Hasan Bin Abil Hasan Yasar Al-Bashri), Abul ‘Aliyah (Rufa’i bin Mihran ar-Riyahi al-Bashri.), Said bin Jubair, Rabi’ Bin Anas, Marwan bin Al-Hakam dan Urwah bin Ruwaim dari golongan thabi’in.




BAB III
SIMPULAN
Tafsir bi al-Ma’tsur adalah Penjelasan yang datang dari al-Quran itu sendiri untuk menerangkan dan merinci bagian ayat-ayat lainnya, kemudian sesuatu yang dinukil dari rasulullah, dari sahabat ridwanallah alaihim, sesuatu yang dinukil dari tabi’in. Terdapat dua sikap dalam mengambil tafsir bi al-ma’tsur sebagai pedoman, yaitu:
1.      Tafsir bi al-ma’tsur yang didukung oleh dalil-dalil yang banyak jumlah keshahihannya y6ang dapat di terima maka harus diterima.
2.      Penafsiran bi al-ma’tsur yang tidak shahih disebabkan beberapa faktor, penafsiran ini harus ditolak dan tidak boleh mengamalkannya
Nama Ibn Katsir adalah Al-Imam Al-Hafidz ‘Imaduddin Ismail Bin Amar Bin Katsir Bin Daw’ Bin Zara’ Al-Bashrawiy Al-Dimisyiqiy Al-Quraisy As-Syafi’i. Beliau dilahirkan di salah satu perkampungan manthiqah (busra) di Syam. Terdapat perbedaan ulama dalam mengabarkan tahun lahirnya, diantara perbedaan pendapat itu yang paling rajih adalah tahun 700 H dan wafat di Damaskus pada bulan Sya’ban tahun 774 H. Diantara guru-gurunya yang paling berpengaruh adalah ibn taimiyyah. Tafsir ibn katsir menggunakan metode tahlili dengan corak bi al-ma’tsur.



  

  
  

DAFTAR PUSTAKA
Arni, Jani.  Metode Penelitian Tafsir.  Pekanbaru: Daulat Riau. 2013.
Akbar, Ali. Sejarah Dan Pengantar Ilmu Tafsir. Pekanbaru: Yayasan Pusaka Riau. 2010.
Nur, Afrizal. Khazanah Dan Kewibawaan Tafsir Bi Al-Ma’tsur. Pekanbaru: Asa Riau. 2015.



[1] Jani Arni, Metode Penelitian Tafsir, ( Pekanbaru: Daulat Riau, 2013), Hal. 44: Lihat Juga Ali Akbar, Sejarah Dan Pengantar Ilmu Tafsir, ( Pekanbaru: Yayasan Pusaka Riau, 2010), Hal. 54; Juga Afrizal Nur, Khazanah Dan Kewibawaan Tafsir Bi Al-Ma’tsur, ( Pekanbaru: Asa Riau, 2015), Hal. 44-45.
[2] Afrizal Nur, Op.cit., hal. 45
[3] Ibid., hal. 45
[4] Ibid., hal. 46
[5] Ibid., hal. 153-154

Komentar

Unknown mengatakan…
OKE.. THANKS. MONGGO MAMPIR KE BLOG SAYA.. :)

Postingan populer dari blog ini

Makalah Tafsir Kontemporer

Taqlid