Pembaharuan Islam di Minangkabau
Tugas
Terstruktur
Sejarah
Islam Asia Tenggara
PEMBAHARUAN ISLAM DI MINANGKABAU
Oleh:
Febri Rahmadhani
11432101341
PRODI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM
RIAU
2016
PEMBAHARUAN ISLAM DI MINANGKABAU
Pendahuluan
“Adaek Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.
Syarak Mangato Adaek Mamakai.”[1] ( Adat Bersendi Syara’, Syara’ Bersendi Kitabullah.
Syara’ Berkata Adat Memakai.), adalah falsafah adat Minangkabau yang masih
dipegang kuat sampai hari ini. Falsafah adat ini merupakan bukti begitu
melekatnya Agama islam didalam jiwa orang-orang Minangkabau. Bahkan ada
anggapan dalam masyarakat miNang bahwa Orang miNang pasti Islam, kalau tidak
islam maka bukan orang miNang. Apabila anak atau kemanakan mereka kafir, maka
ia tidak dianggap lagi sebagai orang miNang. Hal ini tentu tidak lepas dari
proses masuknya islam kedalam masyarakat Minangkabau serta perkembangan islam
didalamnya.
Menurut Dra. Muhmidayeli, M.Ag. Keadaan masyarakat Minangkabau
seperti yang di kemukakan diatas, dalam perspektif sejarah bukan sama sekali
tanpa rintangan dan halangan. Apa yang dikenal dengan sebutan “Padri” merupakan
bukti sejarah yang kuat bahwa telah terjadi stagnasi dalam perjalaNan jaliNan
agama dan adat di ranah miNang.[2]
Gerakan Padri, merupakan gerakan pembaharuan islam di Minangkabau
yang dilakukan oleh dan menimbulkan
konflik dengan masyarakat adat. Yang akhirnya melahirkan konflik yang lebih
besar dan peperangan setelah pada tahun 1821 sampai 1837 Belanda ikut campur
dalam perselisihan ini dengan alasan membela kaum adat padahal memiliki
kepentingan politik dan ekonomi didalamnya.[3]
Munculnya Gerakan Pembaharuan Islam di Minangkabau
Gerakan pembaharuan islam di Minangkabau tidak bisa
dilepaskan dari konteks sosio-kultural masyarakat miNang sendiri. Menurut
Azyumardi Azra proses islamisasi yang berlangsung terus menerus didaerah ini
dan pengenalan ide-ide baru dari orang-orang miNang yang kembali dari luar
negeri, terutama mesir dan mekkah, membentuk dinamika dalam sejarah Minangkabau.
Dinamika kesejarahan inilah yang kemudian dikenal dengan upaya pembaharuan
islam di indonesia.[4] Dari penjelasan ini, maka
pembaharuan islam pertama kali di indonesia adalah di Minangkabau, seperti yang
diungkapkan oleh HAMKA dalam salah satu karyanya “Muhammadiyah di Minangkabau”
yang dikutip oleh Azyumardi Azra.[5]
Pembaharuan islam di Minangkabau dimulai pada dekade
pertama abad ke-18 M.[6]
Oleh tuanku koto tuo dengan pendekatan damai. Akan tetapi pendektan tersebut
tidak diterima oleh murid-muridnya yang lebih radikal, terutama tuanku Nan
renceh. Ia seroang yang berpengaruh dan memiliki banyak murid di daerah luhak
Agam.[7]
Sekitar tahun 1802/1803 M kelompok tuanku Nan renceh mendapatkan kekuatan baru
setelah pulangnya tiga ulama Minangkabau dari mekah, yaitu Haji Miskin dari
Pandai Sikek (Agam), Haji Sumanik dari Tanah Datar, dan Haji Piobang dari Limo
Puluah Koto.[8] Paham agama yang mereka
sebarkan dipengaruhi oleh gerakan Muhammad bin Abdul Wahhab dengan gerakan
Wahabi. Gerakan wahabi adalah gerakan pemurnian aqidah dan tauhid umat islam
yang sudah banyak dimasuki oleh Tahayul, Bid’ah dan Churafat (TBC). Di Minangkabau
hal serupa TBC juga menjangkiti masyarakat, bahkan menurut mereka Masyarakat Minangkabau
hanya baru sebatas memeluk islam secara formal tetapi belum mengamalkan ajaran
islam secara murni.[9] Menurut HAMKA sebagaimana
yang dikutip oleh Azyumardi Azra bahwa maksud utama gerakan pembaharuan islam
di Minangkabau adalah untuk membersihkan masyarakat Minangkabau dari adat buruk
jahiliyah, misalnya mengadu ayam, minum tuak yang dicampur darah kerbau, perang
batu antar suku, kampung dan lain-lain. Ajaran ini disambut baik oleh para
ulama-ulama di Minangkabau terutama tuanku Nan renceh dan delapan tuanku
lainnya, yang dikenal dengan Harimau Nan salapan.[10]
Gerakan pembaharuan di Minangkabau juga tidak terlepas
dari peran penting Syaikh Ahmad Khatib Al-MiNangkabawi yang menjadi imam besar
di Masjidil Haram Sekaligus mufti mazhab Asy-Syafi’i di Makkah.[11]
Pemikiran-pemikiran pembaharuannya dipakai oleh murid-muridnya terutama yang
dari Minangkabau. Seperti Haji Miskin dari Pandai Sikek (Agam), Haji Sumanik
dari Tanah Datar, dan Haji Piobang dari Limo Puluah Koto.
Gerakan Padri
Gerakan Padri adalah bentuk gerakan yang dilakukan oleh
para pembaharu islam di Minangkabau. gerakan Padri juga dikenal dengan
pertentangan kaum agama () dengan kaum adat (). Banyaknya adat yang
bertentangan dengan islam dan praktek bid’ah, tahayul kurafat yang dipakai
masayarakat Minangkabau melatarbelakangi pembaharuan islam yang juga melatar
belakangi pertentangan kelompok ulama dengan kelompok adat.
Dalam gerakan pembaharuan di Minangkabau, gerakan Padri
memiliki delapan orang tuanku yang melakukan pembaharuan dengan keras sehingga
pertentangan dengan kaum adat semakin jelas. Delapan orang tuanku ini dikenal
dengan Harimau Nan salapan. Mereka itu adalah Tuanku di Kubu SaNang, Tuangku di
Koto Ambalau, Tuanku di Ladang lawas, Tuanku di Padang Luar, Tuanku di Galung,
Tuanku di Lubuk Aur, Tuanku Nan Renceh dan Tuanku Haji Miskin.[12]
Peran dari Harimau Nan salapan ini
sangat lah penting dalam melakukan pembaharuan islam di Minangkabau. Dibawah
pimpiNan Malin Basa yang kemuadian lebih dikenal dengan nama Imam Bonjol,
didirikanlah sebuah perguruan di Bonjol. Perguruan ini menjadi pusat penyebaran
mazhab Hanbali di minangkabau.
Konflik yang ditimbulkan akibat gerakan Padri ini tidak
dapat dihindarkan lagi. Apalagi gerakan ini menolak ide keselarasan dan
harmonisasi antara adat dan islam. Lebih dari penyucian jiwa, maka kaum Padri
menekankan manifestasi murni sikap kagamaan yang terlihat dalam sikap tinggkah
laku lahiriyah. Karena itu mereka menuntut syara’ berada diatas segala hukum
lainnya.[13] Gerakan Padri yang
dikenal militan ini mengutuk praktek-praktek keagamaan tradisional yang banyak
dicampuri bid’ah dan bertentangan dengan syara’. Tindakan kaum Padri ini jelas
merusak seluruh tatanan konsepsi Adat Minangkabau, sehingga menimbulkan konflik
yang berkelanjutan bahkan sampai pada perang fisik.
Dari setiap wilayah yang bisa mereka takhlukkan maka
ditempatkan disana satu orang Tuanku Qadhi dan satu tuanku Imam yang akan mengamban seluruh maslah agama.[14]
Perang yang terjadi itu, pada akhirnya bukan hanya
karena konflik antara pengikut agama yang fanatik dengan pembela adat, tetapi
juga pandangan totalitas metafisis dengan pandangan keduniawiaan yang relatif.
Ini seperti yang diungkapkan oleh Taufik Abdullah dalam “Schools and
Politics”. Yang dikutip oleh Azyumardi Azra seperti yang disebutkan diatas.[15]
Perang Padri ini kemudian dicampuri oleh belanda yang mempunyai kepentingan
ekonomis dan politis dan berlangsung antara tahun 1821-1837.[16]
Pada tanggal 21 Februari 1921 kesepakatan antara kaum adat dan belanda
ditandatangani. Sejak saat itu terjadilah peperangan antara Kaum agama dengan
Masyarakat melawan kaum adat dengan Belanda yang memiliki senjata modern.[17]
Ketika peperangan dengan belanda, kelompok Padri
memusatkan pertahana di bonjol sebagai benteng dan tempat logistik serta
perakitan senjata api. Benteng ini dipimpin oleh Muhammd Syahab, kemudian lebih
dikenal dengan Tuanku Imam Bonjol. Lebih dari 15 tahun terjadinya perang Padri
perlawana terhadap belanda, akhirnya belanda dapat memenangkan pertempuran
dengan tipu daya dan kebohongan serta pelanggaran perjanjian. Tuanku Imam
bonjol di tangkap pada 28 Oktober 1837 dan diasingkan ke Cianjur kemudian ke
Ambon lalu ke Manado, dan disini beliau wafat.[18]
Walaupun mengalami kekalahan dalam perang Padri namun
pemikiran-pemikiran pebaharuan islam di minang kabau tetap melekat dalam
masyarakat minangkabau. Sehingga dapat memperkuat agama disamping adat, terjadi
asimilasi doktrin agama ke dalam plot minangkabau sebagai pola prilaku ideal.
Doktrin agama diidentifikasikan lebih jelas sebagai satu-satunya standar
prilaku. Adat islamiah yang dilahirkannya menjadi adat yang berlaku, sementara
adat yang bertententangan dengan islam dipandang sebagai adat jahiliah yang
terlarang.[19] Masa ini Forrmulasi
sistem adat baru diperkenalkan dengan menekankan perbedaan antara adat jahiliah
yang singkretis dengan adat islamiah yakni adat yang sesuai dengan ajaran
islam. Diakhir perang Padri, minangkabau pedalaman telah berada dibawah
dominasi belanda. Kerajaan yang dulu berfungsi sebagai sitem sosial dan
kesatuan alam minangkabau dihapuskan. Namun proses islamisasi telah berjalan
makin jauh. Agama bukan lagi hanya dianggap sebagai salah satu tonggak dari
alam, tetapi agama menjadi sendi-sendi adat. Hal ini sesuai seperti yang
diungkapkan oleh Taufik Abdullah sebagai mana dikutip oleh Azyumardi Azra.[20]
Secara ideal adat menjadi manifestasi yang benar dari hukum agama. Menurut
Hamka sebagai konsekuensi lebih lanjut kedudukan agama dan guru-guru agama
semakin kuat dan sekolah-sekolah agama semakin banyak didirikan.[21]
Implikasi selanjutnya dari kemanangan Belanda dalam perang Padri, menurut Hamka
seperti dikutip oleh Azyumardi Azra adalah timbulnya keinginan para pemuka
agama untuk mengirimkan anak cucu mereka belajar gama secara lebih mendalam ke
Mekkah.[22]
Sementara itu pula, Belanda mendirikan sekolah dasar
yang pertama untuk bumi putera tahun 1840-an yang kemudian disusun dengan
pendirian sekolah guru (quick school) yang pertama di BukitTinggi tahun 1855.
Sekolah ini dikenal dengan sebutan sekolah Raja, karena adanya seleksi yang
ketat untuk masuk sekolah ini. Yang diterima hanya anak-anak dari kalangan Raja
atau Aristoktrat, sedangkan anak-anak dari kaum agama, yang pernah terlibat
langsung ataupun tidak dalam gerakan Padri bisa dipastikan tidak akan diterima.
Dampak positifnya kenyataan ini semakin mendorong banyaknya anak-anak kalangan
agama di kirim ke Mekkah oleh orang tuanya. Meraka ini adalah cikal bakal
pembaharu agama berikutnya di Minangkabau.
Kepustakaan
Buku
Amin, Samsul Munir. 2014. Sejarah Peradaban islam.
Jakarta: Amzah. Cet. Ke-4.
Azra,
Azyumardi. 1999. Islam Reformis Dinamika Intelektual dan Gerakan. Jakarta: Raja
Grafindo.
Beda,
Hevi J. 2007. Islam Di Asia Tenggara. Jakarta: Raja Grafindo.
Lapidus,
Ira. M. tt. Sejarah Sosial Umat Islam. Jakarta: Rajawali Pers.
Stoddard,
Lothrop, M.A., Ph.D. (Hary). 1996. Dunia Baru Islam (The New World of Islam).
Jakarta: tp.
Pengulu, Hakimy Datuk Rajo. 2011. Pegangan Penghulu di Minangkabu.
Jakarta: Balai Pustaka
Jurnal
dan Pidato Ilmiah
A’la, Abd. 2008. GENEALOGI RADIKALISME MUSLIM
NUSANTARA (Akar dan Karakteristik Pemikiran dan Gerakan Kaum Padri dalam
Perspektif Hubungan Agama dan Politik Kekuasaan). Surabaya: IAIN SUNAN
AMPEL. Pidato Ilmiah Disampaikan pada Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Bidang
Ilmu Sejarah Pemikiran Politik Islam pada Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel
Surabaya.
Anthoni,
Sarwan. 1996. Corak pendidikan Berorientasi Kepada Pemurnian dan Pembaharuan
Perbandingan Antara Gerakan Padri dan Ahmad Khatib. An-Nida’: LP3M IAIN
SUSQA. Edisi CXV tahun XX, Oktober-Nopember.
Darbi,
Ahmad. 1999. Syekh Ahmad Khatib Minangkabauwi dan Ide-Ide Pembaharuannya.
An-Nida’: PUSLIT IAIN SUSQA. Edisi CXXVII tahun XXII, Pebruari-Maret.
Muhmidayeli.
1997. Padri dan Tuanku Imam Bonjol (Suatu Tinjauan Sosio-Kutural). An-Nida’:
PUSLIT IAIN SUSQA. Edisi CXX tahun XXI, Oktober-November.
[1] H. Idrus
Hakimy Datuk Rajo Penghulu, Pegangan Penghulu di Minangkabau, Jakarta:
Balai Pustaka, 2011, Hal. 9.
[2]
Dra. Muhmidayeli, M.Ag. Padri Dan Tuanku Imam Bonjol (Suatu Kajian
Sosio-Kultural), dalam An-Nida’, Pekanbaru:PUSLIT IAIN SUSQA, Edisi CXX
Tahun XXI, Oktober –November 1997 M, Hal. 39.
[3]
Azyumardi Azra, Isam Reformis Dinamika Intelektual dan Gerakan, Jakarta:
Rajawali Pers, 1999, Hal. 185
[4]
Azyumardi Azra, Op.Cit. hal. 183
[5]
Ibid. hal. 183
[6]
Ibid. hal. 185
[7]
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah, 2014, hal.
389
[8]
Ibid. hal. 390, Lihat juga:
Azyumardi Azra, Op.Cit., hal. 185, lihat juga: Hery J. Beda, Islam
Di Asia Tenggara, Jakarta: Raja Grafindo, 2007, hal. 200. Juga: Sarwan Antoni, Corak Pendidikan
Berorientasi Kepada Pemurnian Dan Pembaharuan Perbandingan Antara Gerakan
Paderi Dan Ahmad Khatib, dalam An-Nida’, Pekanbaru: BP3M IAIN SUSQA, edisi
CXV tahun XX, Oktober-November 1996 M, hal. 1
[9] Samsul
Munir, Ibid., hal. 390.
[10]
Azyumardi Azra, Op.Cit., hal. 186
[11] Drs.
Ahmad Darbi B, M.Ag, Syekh Ahmad Khatib Minangkabawi Dan Ide-Ide
Pembaharuannya, Jurnal An-Nida’, Pekanbaru: PUSLIT IAIN SUSQA edisi CXXVII
tahun XXII, Pebruari-Maret 1999, hal.15
[12] Ibid.,
ha. 17
[13]
Azyumardi Azra, Ibid., hal. 186
[14] Samsul
Munir, Op.Cit., hal. 390
[15]
Azyumardi Azra, Op.Cit., hal. 186
[16] Ibid.,
hal. 187, lihat juga Herv J, Beda. Op.Cit. hal. 202. Lihat juga
Samsul Munir, Op.Cit. hal. 391
[17] Samsul
Munir, Ibid., hal. 391
[18] Ibid.,
hal. 392
[19] Ibid,
hal 392
[20]
Azyumardi Azra, Op.Cit. Hal 188
[21] Ibid.
Hal.188
[22] Ibid.
hal. 188
Komentar
When 동두천 출장샵 you use the bonus, you 구미 출장안마 get to bet a number that will match your 화성 출장샵 deposit. You can 속초 출장샵 win the amount at any time. The amount 목포 출장샵 won by the bonus is